Teropongindonesianews.com
Jakarta – PTPN V dan PT Langgam Harmuni berupaya melumpuhkan perjuangan 997 petani Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M) dengan mengaburkan barang bukti. Dimana mempercepat permohonan izin perkebunan atas 390,5 hektar lahan kebun oleh PT. Langgam Harmuni.
Padahal pemilik perusahaan tersebut, merupakan terlapor dalam kasus penyerobotan tanah yang sudah diproses Bareskrim Polri. Saat ini proses pemeriksaan dan penyelidikan sudah memanggil 37 orang saksi.
“Sebanyak 622 surat dan 7 Sertifikat Hak Milik atas nama petani-petani Kopsa M dijaminkan ke Bank Mandiri Jakarta untuk pembiayaan kebun sejak 2003. Sudah tegas bahwa lahan yang dimohonkan oleh PT Langgam Harmuni adalah lahan milik petani. Dan saat ini dalam proses hukum di Bareskrim Polri,” kata Hendardi Ketua Setara Institute dan Tim Advokasi Keadilan Agraria kepada media, Senin (13/09/2021).
Kata Hendardi, saat ini Bupati Kampar dan Dinas Lingkungan Hidup akan mengesahkan Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) sebagai salah satu syarat penerbitan izin perkebunan. Padahal sejak 2019, Kopsa M telah berkirim surat yang pada intinya menolak dan keberatan dengan permohonan perizinan kebun ilegal tersebut.
“Jika terus melanjutkan proses permohonan izin tersebut. Langkah nekat Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Bupati Kampar itu merupakan bentuk maladministrasi dan tindak pidana, karena menghalang-halangi proses hukum yang saat ini sedang berlangsung,” ujarnya mengingatkan.
Menurut pengacara senior ini, kasus sengketa petani dan PTPN V sudah ditangani Satgas Mafia Tanah Bareskrim Polri. Ia berharap Kepala Dinas dan Bupati jangan sampai disangka melakukan perbuatan melawan hukum dan menghalang-halangi upaya pencarian keadilan (obstruction of justice).
Hendardi juga mengingatkan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kampar, agar tidak menerbitkan Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) atas nama orang lain. Apabila hal dilakukan, maka bisa disebut maladministrasi dan disangkakan turut serta dalam suatu tindak pidana.
“Alih-alih membela petani, sejumlah pihak justru bahu membahu menutupi dugaan tindak pidana penyerobotan ratusan hektar lahan petani. Untuk itu kita kepada Bupati Kampar dan BPN ingatkan agar menghomati proses hukum yang sudah berjalan,” tandasnya.
Menurutnya juga, pengajuan izin usaha perkebunan yang baru dilakukan saat ini oleh PT. Langgam Harmuni. Dimana secara terang benderang menunjukkan bahwa lebih dari 10 tahun perusahaan ini beroperasi tanpa izin dan merugikan negara, karena negara kehilangan penerimaan atas pajak.
“Seharusnya berbagai pihak membela petani yang hampir 20 tahun kehilangan haknya dan tidak memperoleh penghasilan atas kebun yang merupakan haknya,” ungkap Hendardi.
Atas nama Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M), yang mewakili 997 petani, Tim Advokasi Keadilan Agraria-SETARA Institute MENOLAK KERAS rencana penerbitan persetujuan dokumen lingkungan hidup sebagaimana diajukan PT. Langgam Harmuni.
SETARA Institute mendesak:
1. Bupati Kampar membatalkan rencana pengesahan dokumen pengelolaan lingkungan hidup (DPLH) yang diajukan di lahan petani yang sedang menjadi obyek pelaporan pidana di Bareskrim Polri.
2. Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala BPN, Sofyan Djalil memerintahkan Kepala BPN Kabupaten Kampar untuk tidak terlibat dalam upaya menghilangkan barang bukti dengan menerbitkan Sertipikat Hak Guna Usaha (HGU).
3. Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, mengingatkan Bupati Kampar untuk bersikap profesional, bertindak berdasarkan hukum, dan menjadi fasilitator yang adil dalam menangani upaya-upaya 997 petani memperjuangkan haknya.
*Perjuangan Panjang Petani Sawit Kampar Riau*
Sudah hampir 5 tahun Pengurus dan Anggota Kopsa M memperjuangkan hak 997 anggota petani untuk mendapatkan kebun kelapa sawit yang layak. Dimana sebagai sumber mata pencaharian dari Bapak Angkat PTPN-V yang pernah menjanjikan kebun seluas 2.000 ha.
Sudah banyak pejabat yang kami temui, mulai dari Bupati Kampar, Ketua DPRD Kampar, Kepala Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi Kabupaten dan Propinsi sampai Anggota DPD RI dari Riau Bapak Gaffar Usman, Ketua Lembaga Adat Riau, bahkan Bapak Presiden Jokowi melalui KSP.
Hal ini disampaikan Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M), Anthony Hamzah yang menyampaikan perjuangannya cukup melelahkan. Dirinya berharap bersama Setara Institute dan Tim Advokasi Keadilan Agraria bisa menemukan solusi dan membuahkan hasil untuk perjuangan hak-hak petani.
“Sudah tak terhitung mediasi yang telah kami jalani, agar persoalan kebun kami yang menurut Penilaian Dinas Perkebunan gagal dan tidak produktif. Serta luasan kebun yang tidak mencukupi untuk seluruh anggota. Namun, sampai saat ini belum ada titik terang penyelesaiannya,” ungkapnya.
Malahan katanya, ditengah perjuangan Pengurus dan anggota untuk menuntut hak, Pengurus dan anggota mendapat intimidasi bahkan kriminalisasi. Bahkan bahkan ada 2 petani yang ditetapkan jadi tersangka dengan tuduhan penggelapan.
“Melalui Setara Institute, sebanyak 997 orang petani menaruh harapan agar semua permasalahan ini dapat diselesaikan,” ujarnya.
Anthony meminta kepada Presiden Jokowi untuk turun tangan langsung, agar hak petani bisa memperoleh kehidupan yang layak. Seperti teman-teman petani kelapa sawit di daerah Riau lainnya, yang bisa memperoleh pendapatan 5 sampai 10 juta per bulan per kaplingan kebun. Sehingga dapat dirasakan petani demi masa depan anak-anak kami.
“Bantulah kami pak Presiden Jokowi, Kami sudah lelah dan tidak tahu kemana lagi harus melaporkan persoalan yang kami hadapi ini,” pinta Anthony berharap banyak. GUS DIN – RED