PARA IMAM PASIONIS DAN UMAT PAROKI NANGAHURE
TUTUP BULAN ROSARIO OKTOBER 2023
Kontributor, Dionisius Ngeta, Seksi Komsos Paroki
Santa Maria Magdalena Nangahure Keuskupan Maumere
Teropongindonesianews.com
Minggu, 29 Oktober 2023, umat Pusat Paroki Santa Maria Magdalena Nangahure Keuskupan Maumere menutup rangkaian devosi terhadap Bunda Maria di bulan Rosario ini dengan Misa Inkulturasi dalam nuansa budaya Lamaholot. Pastor Paroki, P. Wilhelmus Lae, CP memimpin langsung perayaan ekaristi tersebut di Gereja Paroki didampingi dua imam konselebran, P. Markus Mukri (pastor rekan), CP dan P. Antonius Janga, CP (pastor tamu, pastor parok Tanjung Bunga).
Sebelum Perayaan Ekaristi dimulai, ada penjemputan para imam selebran dan perarakan dari depan Pastoran Paroki. Sapaan adat dibawakan dan pengalungan selendang khas Lamaholot bagi ketiga imam pasionis awali upacara perarakan itu. Umat yang banyak mengenakan pakaian adat Lamaholot berarak bersama para imam dan misdinar menuju Gereja Paroki diringi musik Gong Gendang dan tarian adat Etnis Lamaholot. Para penari yang didominasi oleh kaum bapak dengan berpakaian adat lengkap dan berbagai atribut asli lainnya seperti parang, tombak, giring-giring menampakan kesemarakan dan keagungan ritus perarakan itu. Para bapak bukan hanya dengan lincah menampilkan berbagai gerakan dan formasi tarian tapi juga dengan penuh penghayatan dan kewibawahan melakonkannya.
Dalam komentar pembuka, sesepuh Lamaholot yang dituakan, bapak Ignas Hayon mengatakan bahwa umat di Paroki Nangahure datang dari berbagai arah, wilayah keadarahannya masing-masing tapi dalam rangkulan Paroki dan Gereja Santa Maria Magdalena Nangahure. Karena itu bapak Ignas mengajak umat untuk senantiasa bersatu hati dan saling merangkul. “Kita datang dari berbagai arah, selatan, utara, timur dan barat. Kita mendiami, tinggal di paroki ini, dalam rangkulan gereja Santa Maria Magdalena Nangahure. Mari kita bersatu hati, saling merangkul, satu dalam iman dan kasih yang bernafaskan kejujuran, kerendahan hati, mudah memaafkan, saling mengasihi dalam nuansa budaya kita masing-masing yang telah diwariskan leluhur kita”, demikian bapak Ignas, pensiunan ASN tersebut.
Puluhan anggota Koor berbusana adat Lamaholot tampil memukau tidak hanya menyanyikan lagu-lagu properium dalam bahasa Lamaholot tapi juga lagu-lagu Ordinerium selama Perayaan Ekaristi berlangsung. Lagu-lagu yang dinyanyikan sungguh menghantar umat kusuk dalam doa dan dalam perayaan Ekaristi. Dengan penuh dinamika dan ekspresi mereka menyanyikannya. Alunan musik iringan sang Organis, Heribertus Putra Ama Doni (pak Erik) yang sangat piawai menambah agung dan sakralnya perayaan. Para diaspora Lamaholot seakan dihantar untuk mengenang kampung halaman dan tanah air kelahirannya. “Ketika kami mengenakan pakaian adat dengan berbagai artributnya dan menyanyikan lagu-lagu liturgy, terutama dalam perayaan Ekaristi ini dalam bahasa kami, bahasa Lamaholot, teringat kembali keluarga, kampung halaman dan tanah kelahiran kami. Suasana hari ini tidak hanya menggambarkan keberagaman etnis yang merupakan kekayaan paroki dan menghantar kita kusuk dalam doa, tapi juga penuh kenangan”, demikian salah seorang dari etnis Lamaholot.
Dalam kata pembukanya, P. Wilhelmus Lae, CP menggarisbawahi bahwa Bunda Maria adalah Bunda Tuhan kita Yesus Kristus dan bunda gereja, bunda kita semua. Karena itu gereja memberikan penghormatan khusus kepadanya dengan menetapkan bulan Mei dan Oktober sebagai Bulan Maria, bulan di mana kita boleh berziarah dan berdoa Rosario. Umat Katolik melakukan devosi khusus kepada Bunda Maria dalam doa-doa Rosario bergilir dari rumah ke rumah dan ziarah ke gua-gua Maria. Bunda Maria begitu mengasihi dan mencintai kita dengan menerima tawaran Allah menjadi Bunda Tuhan. Dia mengambil bagian dalam karya penyelamatan Allah bagi bagi manusia dalam diri Puteranya Yesus Kristus yang rela wafat di atas kayu salib demi keselamatan manusia. Dari atas salib, Yesus menyerahkan kita semua: ”Inilah anakmu…” kepada Bunda Maria yang diwakili oleh para murid.
Selanjutnya P. Wilem, CP menegaskan bahwa kebudayaan dan tradisi budaya yang diwariskan oleh para leluhur adalah kekayaan yang sangat bernilai. Ada nilai-nilai luhur dan nilai-nilai spiritual yang berguna bagi kehidupan. Dan dalam catatan pastoralnya sebelum berkat penutup, Pater Wilem, CP sekali lagi menegaskan bahwa kendatipun kita berasal dari berbagai suku dan daerah dengan keragaman dan kekayaan tradisi dan kebudayaannya tapi tetaplah “Kita umat Paroki Santa Maria Magdalena Nangahure”. Kekayaan nilai-nilai luhur dimaknai dan dihayati sebagai sebuah kekuatan potensial yang menyatupadukan umat dalam membangun kerajaan Allah di dunia.
Dalam beberapa hal paroki ini selalu memulai dan mendahului sesuatu yang baru di Keuskupan Maumere. Karena itu Pater Wilem, CP yang sudah kurang lebih 10 tahun mengabdi, mengucapkan terima kasih kepada umat dan pastor rekan, P. Markus Mukri, CP yang telah mencetuskan ide misa inkulturasi untuk beberapa perayaan mulai dari misa Pembukaan dan Misa Penutupan Bulan Kitab Suci Nasional 2023 dan Misa Pembukaan dan Penutupan Bulan Rosario. Ketua DPP Paroki, Pak Marselinus Mau, dalam pembacaan pengumumnannya selain memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada umat etnis Lamaholot, juga menyatakan bahwa ke depan akan ditambahkan dan diatur jadwal yang tetap untuk tanggungan liturgy bagi beberapa kelompok etnis yang ada di Paroki Nangahure.
Menarik untuk dimaknai adalah ketika memasuki liturgy ekaristi. Pembawa bahan-bahan persembahan didominasi oleh para ibu. Ibu-ibu menjunjung makanan adat olahan mereka dengan bakul anyamannya sendiri di atas kepala. Bahan persembahan yang dibawa dan dipersembahkan adalah makanan adat hasil panen yang diolah ala Lamaholot. Ibu-ibu dengan apik, rapih dan penuh iman menjujung hasil karya mereka untuk dipersembahkan kepada Tuhan, Sang Pencipta dan pemberi segalanya.
Perahu kecil bertuliskan Lamaholot berisi berbagai macam makanan dan minuman adat pun diarak ke depan altar Tuhan. Empat orang dengan langka pasti dan penuh iman membawa dan mengarakan Perahu itu ke depan Altar Tuhan. Perahu bagi masyarakat Lamaholot adalah symbol, tanda dan sarana yang menyatupadukan dan mewujudkan kebersamaan masyarakat yang tersebar di beberapa pulau dan dari berbagai suku. “Kame ata kiwa-Lamaholot. Pe teti timi hau-lera gere. Lembata Tuak pukon awo lolon, Adonara nusa tadon, Solor lewo nama. Ile bura lewo tobi, Wulang gitang, Titehena, Ile Mandiri, Tanjung bunga, Larantuka kota Renha….” (Kami orang Kiwa. Datan dari etnis Lamaholot. Datang dari ujung Timur, tempat matahari terbit. Dari suku Lembata, Adonara, Solor, Iebura, Wulanggitang, Titehena, Ilemandiri, Tanjung bunga dan Larantuka)., demikian komentator persembahan. Selanjutnya ditegaskan bahwa orang Lamaholot menjadi satu, kokoh, utuh dan kuat melalui perahu kecil itu. Perahu adalah symbol dan sarana persatuan.: “Puko ne tena….maka kame jadi to’u, mete make, Ta’a, puna hua matan-liput malu kolen, ne..jadi kame ata Kiwan Lamaholot wi”
Setelah perayaan ekaristi, komunitas etnis Lamaholot diaspora Paroki Nangahure melanjutkan suasana kebersamaan dan kekeluargaan mereka di Aula Paroki bersama para pastor paroki dan pastor tamu, P. Toni Janga, CP, ketua DPP, bendahara dan beberapa tokoh umat lainnya. Bapak Ignas Hayon, tokoh Lamaholot yang dituakan oleh umat etnis Lamaholot, dipercayakan memandu rangkaian acara kebersamaan itu dan memberikan sepata katadua. Namun sebelumnya, dilangsungkan sebuah Ritual Pemberian arak/moke putih dan doa dalam bahasa daerah kepada para leluhur yang telah mewariskan kebudayaan yang kaya dengan nilai-nilai spiritual.
Doa yang dibawakan dalam bahasa daerah tersebut diterjemahkan sebagai berikut: “O para leluhur kampung halaman. Kita berlayar dengan sampan. Tapi membuat hati kita jadi satu, baik dan semakin erat. Hari ini mata kalian melihat dengan penuh kuasa dari langit. Kalian melihat ke bawah kami satu persatu. Agar jangan sampai kami terpisah-pisah atau tertinggal. Bukalah mata hati dan bukalah pikiran kami supaya kami bisa melakukan yang terbaik. Terimalah persembahan/sesajian kami ini. Terimalah dengan baik persembahan ini yang kami baya dengan penuh hati. Semoga tidak ada yang kurang hati dengan persembahan kami ini”.
Setelah ritual doa dan sesajian, moke dan makanan khas Lamaholot yang sudah dipersembahkan pada saat perayaan ekaristi dibagi-bagikan dan dinikmati bersama dengan penuh sukacita. Pastor Paroki, P. Wilhelmus Lae, CP, P. Markus Mukri, CP (pastor rekan) dan P. Toni Janga, CP mendapat kesempatan pertama dan selanjutnya ketua DPP Paroki dan anggota lainnya serta tokoh-tokoh umat yang hadir. Umat dari etnis Lamaholot dengan penuh sukacita dan dalam nuansa kebersamaan menikmat suasana kekeluargaan yang terjadi sambil menikmati berbagai rasa dan jenis makanan dan minuman khas Etnis Lamaholot. Acarapun diakhiri dangan tarian dolo-dolo bersama sebagai symbol kenangan akan tanah kelahiran mereka, kekeluargaan yang kuat dan persatuan yang tak terceraikan.