Teropongindonesianews.com
Oleh Dionisius Ngeta, S.Fil
Putera Bheda Mbamo-Nangaroro Nagekeo
Warga RT/RW 018/005 Kel. Wuring Kec. Alok Barat, Kab. Sikka
Nagekeo bukan sebuah konstruksi keberadaan yang telah tuntas diperjuangkan. Ia bukan proyek yang sekali jadi dikerjakan. Dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat termasuk politik dan demokrasi, Nagekeo merupakan sebuah entitas sosial yang konstruksi dan hakikat keberadaannya terus menjadi dan belum selesai diperjuangkan.
Ada dan keberadaannya yang belum tuntas yakni menjadi lebih mandiri dan sejahtera sebagaimana telah diperjuangkan para pendahulunya adalah sebuah fakta, kenyataan dan kebenaran yang tak dapat disangkal. Karena itu mewujudkan hakikat adanya adalah ikhtiar bersama, tanggung jawab moral dan perjuangan yang tak akan pernah tuntas bersama masyarakat dan para pemimpinnya.
Masyarakat bersama pemerintah terus berikhtiar menemukan cara dan langkah-langkah strategis memperjuangkan hakikat adanya yang belum tuntas itu yaitu Kemandirian dan Kesejahteraan. Solidaritas dan soliditas dengan spirit “to’o jogho wangga sama” tetap digelorakan sambil merefleksikan: Untuk apa dan untuk siapa Nagekeo ada? Seperti apa Nagekeo tercinta telah berada sebagai sebuah entitas sosial di antara kabupaten-kabupaten lainnya? Sejauh mana Nagekeo terus menjadi lebih baik (Mandiri dan Sejahtera) setiap periode kepemimpinan? Apa masalahnya jika Nagekeo tampak stagnan alias berjalan di tempat dalam berbagai aspek pembangunan?
Mungkin itu sedikit pertanyaan untuk direfleksikan! Tapi apapun pertanyaannya, optimisme dalam semangat solidaritas dan soliditas “to’o jogho wangga sama” terus dikobarkan. Semangat juang penuh ketulusan mesti tak pernah padam menjiwai seluruh masyarakatnya, para stake holders, pemerintah dan para pemangku kepentingan sebagaimana telah dicontohkan para pendirinya. Sehingga cita-cita Nagekeo yang mandiri dan lebih baik dalam berbagai aspek penting kehidupan terutama percepatan pelayanan dan kesejahteraan yang masih jauh dari harapan menjadi nyata dirasakan masyarakat dan anak cucunya dari masa ke masa.
Hakikat Ada Nagekeo dan Daya Juang Pendahulunya
Ada dan keberadaan Kabupaten Nagekeo bukan tanpa dasar dan aral rintangan. Bukan juga tanpa arah dan tujuan dari hakikat adanya yang telah diperjuangkan para pendahulunya. Spirit solidaritas, soliditas, gotong-royong alias “to’o jogho wangga sama” adalah api yang selalu dinyalakan dalam setiap langkah perjuangan mereka bersama masyarakat.
Jika kita merunut pada sejarah, Hakikat Ada Kabupaten Nagekeo bermula dari pemikiran Otonomi atau Kemandirian terutama dari aspek budaya. Para pejuang awal telah melihat bahwa Nagekeo memang bisa mandiri karena kaya dengan tradisi dan kebudayaan selain sumber daya alam dan manusianya. Nagekeo sangat potensial untuk mandiri, menjadi kabupaten sendiri yang defenitif.
Perspektif dan obsesi kemandirian/otonomi budaya ini menjadi cikal-bakal timbulnya solidaritas, “to’o jogho wangga sama” dan dukungan politik yang massif dan luas. Tujuannya adalah Mendekatkan Pelayanan dan Percepatan Kesejahteraan masyarakat (https://nagekeokab.go.id/?page_id=14).
Untuk sebuah kemandirian, bermula dari solidaritas dan dukungan politik dengan tujuan mendekatkan pelayanan dan percepatan kesejahteraan masyarakat maka Nagekeo Ada dengan sebuah perjuangan yang tak mudah. Hakikat Adanya ini telah dikonstruksikan penuh tantangan dan dengan perjuangan yang tiada tara oleh para pendahulu hingga resmi menjadi sebuah kabupaten defenitif.
Obsesi politik dari Hakikat Ada itu telah dan terus diperjuangkan tiada henti sejak tahun 1965 oleh DPR-GR. Dan pada akhirnya dituangkan dalam pernyataan DPR-GR Nomor 01 tahun 1965, tanggal 15 Februari 1965 tentang permohonan kepada Pemerintah Agung RI untuk membagi Kabupaten Ngada menjadi dua yakni Daswati Nagekeo dan Daswati Ngada (https://nagekeokab.go.id/?page_id=14).
Situasi sosial politik saat itu menjadi tantangan terealisasinya obsesi politik dari hakikat ada Nagekeo tercinta. Tapi para pejuang awal sebut saja seperti Bapak Yohanes Samping Aoh, Bapak Antonius Bhia Wea, Bapak Hendrikus Nio, Bapah Hironimus Dapa Tunga, Bapak Elias Djo dan lain-lain yang bergerak melalui Forum Perjuangan Pembentukan Kabupaten Nagekeo (FPPKN) tak pernah berhenti berjuang dan memobilisasi dukungan dan solidaritas masyarakat melalui spirit “to’o jogho wangga sama”.
Cita-cita yang terus menggelora untuk sebuah Hakikat Ada Kabupaten Nagekeo pada ahirnya berhasil mendapatkan penetapannya. Saat pemerintahan Bupati Johanes Samping Aoh, Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Ngada ke Mbay berhasil ditetapkan dalam PP. No. 65 Tahun 1998 Tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Ngada di Bajawa ke Mbay, kecamatan Aesesa (https://nagekeokab.go.id/?page_id=14).
Gelora semangat para pejuang awal tak pernah bisa dipatahkan oleh apapun aral-rintangan yang datang silih berganti. Tantangan dana kala itu menjadi satu hal krusial meraih cita-cita. Tapi para pendahulu tak pernah menyerah untuk terus berjuang dalam pengharapan.
Bagi mereka, untuk sebuah visi (Kemandirian) yang merupakan hakikat ada dengan misi mendekatkan pelayanan dan mempercepat kesejahteran dalam spirit solidaritas, semua tantangan dan kesulitan begitu mudah dikelola dan menjadi sebuah peluang. Optimisme adalah cara melihat tantangan dan kesulitan sebagai kesempatan meraih impian.
Kesempatan itu pada akhirnya datang pada waktunya. Usulan Pemekaran Kabupaten Ngada dan Pembentukan Kabupaten Nagekeo akhirnya dikabulkan/disetujui. Perjuangan yang ikhlas tak pernah sia-sia untuk sebuah visi dan misi yang mulia kendatipun aral-rintangan datang menghadang.
Pada tanggal 08 Desember 2006, DPR-RI Menyetujui Pembentukan Kabupaten Nagekeo Melalui Penetapan Undang-Undang Nomor 02 tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Nagekeo. Dan pada tanggal 22 Mei 2007, Calon Kabupaten Nagekeo diresmikan menjadi Kabupaten defenitif, bersama dilantiknya Drs. Elias Djo sebagai pejabat bupati Nagekeo. (https://nagekeokab.go.id/?page_id=14).
Hakikat Ada Tak Pernah Selesai Diperjuangkan
Mencari, menemukan dan memperjuangkan apa yang menjadi hakikat ada dari sebuah entitas sosial yakni kabupaten Nagekeo tidak berlebihan jika dikatakan merupakan sebuah panggilan tugas metafisika yang tak pernah tuntas. Atau secara spesifik dikatakan merupakan tugas antropologis dan sosiologis bagi semua pihak dan setiap generasi.
Semua warga masyarakat Nagekeo, elemen masyarakat, pemerintah bersama pemimpinnya memiliki tanggungjawab moral menemukan, menghidupi dan terus memperjuangkan tiada henti terciptanya Hakikat Keberadaan Kabupaten Nagekeo yaitu Kemandirian di berbagai bidang sebagaimana yang dicita-citakan oleh para pendahulunya dengan misi mendekatkan pelayanan dan mempercepat kesejahteraan.
Kemandirian dengan pelayanan yang semakin maksimal dan terciptanya kesejahteraan masyarakat tidak datang dengan sendirian dan tidak ada dalam sekejab. Dia tidak datang dengan berpangku tangan alias bermalas-malasan dan bermental instan. Kerja keras, kerja cepat dan kerja cerdas penuh optimisme adalah spirit yang memungkinkan kemandirian dan terciptanya pelayanan yang maksimal dan kesejahteraan. Bermartabat, akuntable dan transparan dalam mengelola uang rakyat dan jauh dari perilaku KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) adalah syarat bagi percepatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Daya juang yang tiada tara, kerjasama, kerja keras dan solidaritas di antara semua pihak (stake holders, pemerintah dan masyarakat) dengan spirit “to’o jogho wangga sama” sebagaimana telah digelorakan oleh para pendirinya adalah jalan panjang untuk mewujudkan terciptanya kesejahteraan dan pelayanan terhadap masyarakat yang semakin cepat, baik dan maksimal.
Nagekeo adalah sebuah kabupaten yang konstruksi keberadaannya terus menjadi dan belum selesai diperjuangkan. Ada dan keberadaannya untuk menjadi lebih baik (mandiri dan sejahtera) adalah ikhtiar bersama dan jalan panjang-penuh perjuangan bagi semua pihak (masyarakat dan pemerintah).
Untuk itu solidaritas dengan spirit “to’o jogho wangga sama” harus tetap dan terus digelorakan setiap hajatan dan pada semua lini kehidupan. Sehingga hakikat adanya yang belum tuntas bisa jadi nyata dan terus dialami masyarakat setiap saat pergantian pemerintah atau pucuk pimpinan.
Dibutuhkan Pemimpin “Ngai dewa-rende ria”
Visi Kemandirian yang merupakan Hakikat Ada Kabupaten Nagekeo dengan Misi Percepatan Pelayanan dan Terciptanya Kesejahteraan tidak sekedar obsesi-utopis apalagi politis. Tetapi harus sungguh menjadi realis dan riil dialami masyarakat dari masa ke masa setiap pergantian kepemimpinan.
Untuk itu Nagekeo butuh para pemimpin dari berbagai level dengan predikat ‘Ngai dewa-Rende ria”. Kemandirian sebagai sebuah Hakikat Ada Nagekeo dan Percepatan Pelayanan dan Kesejahteraan akan lebih mudah dialami jika masyarakat memiliki pemimpin dengan jejaringan yang luas, kemampuan berpikir yang prospektif dan strategis dengan integritas moral mumpuni (Ngai dewa-rende ria).
Nageko tidak akan pernah keluar dari lilitan kemiskinan, permasalahan pendidikan, ketidakadilan, kesulitan air bersih, KKN dan sebagainya jika pemimpinnya bekerja linear, begitu-begitu saja apalagi “ngai bhoko-rende re’e” alias memiliki kapasitas standar dengan integritas moral bermasalah. Presiden Jokowi sendiri pernah mengatakan kepada para menterinya: “Kita tidak bisa bekerja linear, runtinitas dan biasa-biasa saja untuk masyarakat. Apalagi dalam situasi seperti sekarang”.
Nagekeo tidak akan pernah keluar dari permasalahannya jika mendapatkan pemimpinan dan ASN (Aparatur Sipil Negara) bermental boss dan bergaya priyayi pada hal mereka digaji dan dia dipilih untuk melayani. Kita tidak akan pernah mengalami perubahan dan kemajuan yang nyata, jika pemimpinya terpilih karena kekuatan uang.
Tentu masyarakat Nagekeo menaruh harapan besar memiliki pemimpin dengan predikat “mosa ngai dewa – daki rende bhala” alias pemimpin dengan perencanaan dan terobosan besar dan jangka panjang bagi kepentingan rakyatnya selain “mosa nggengge mere – daki danggo dewa”, pemimpin dengan karakter mengayomi dan melayani masyarakat tanpa memperalatnya.
Kehadiran dan keberadaan seorang pemimpin harus bisa meyakinkan masyarakat bahwa ia adalah “mosa ngai sia, daki rende bhala” (tokoh pemberi jalan pada kebuntuan dan mendatangkan solusi pada persoalan masyarakat), selain “mosa-paka, daki-songga, mosa-nua, daki-oda” alias tokoh berpengaruh pada jalan kebenaran dan pekerja keras, terhormat dan menjadi panutan komunitas/masyarakat).
Visi – Misi, terciptanya kemandirian, percepatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat dari waktu ke waktu dihasilkan dari pemimpin yang selalu berkeringat (kerja keras) dan berkerut dahi (berpikir keras) melakukan terobosan, penuh optimisme, berpikir panjang dan bercita-cita besar untuk kepentingan masyarakat.
Mengalami dan merasakan hakikat ada dari Nagekeo tercinta (Kemandirian, percepatan pelayanan dan Kesejahteraan) adalah hak setiap warganya. Kewajiban dan tanggung jawab moral setiap mereka yang menikmati hidupnya dari uang rakyat dan mendapatkan mandat dan kepercayaan masyarakat adalah memungkinkan hakikat ada itu semakin nyata dirasakan dan dialami masyarakat dari saat ke saat dan setiap kali pergantingan pemerintah.
Pewarta: Yohanis Don Bosco.
Editor: Santoso.