Aroma Busuk Dugaan Korupsi Menyeruak di Program P3-TGAI , LBH Cakra Siap Laporkan 

Jawa Timur – Program percepatan peningkatan tata guna air irigasi (P3-TGAI) yang digadang-gadang sebagai solusi peningkatan pengelolaan sumber daya air di tingkat desa, justru dibayangi aroma busuk korupsi di dua kabupaten di Jawa Timur. 

Novika Syaiful Rahman, aktivis LBH Cakra Jawa Timur, menyoroti pelaksanaan P3-TGAI di Kabupaten Jember dan Bondowoso yang dinilai janggal dan penuh Permainan 

“Program P3-TGAI ini sangat janggal menurut kami. Tim kami telah turun ke lapangan di kedua kabupaten tersebut dan menemukan fakta mengejutkan,” ungkap Novika, yang akrab disapa Opek.

Tim LBH Cakra mendapati bahwa pelaksanaan P3-TGAI di lapangan tidak sesuai dengan standar dan prosedur yang seharusnya. Pekerjaan dikerjakan asal-asalan tanpa disertai gambar desain, sehingga kualitas dan efektivitas proyek dipertanyakan.

“Tidak ada sinkronisasi antara rencana dan pelaksanaan di lapangan. Pekerjaan dikerjakan tanpa dasar gambar, sehingga tim ahli kami menilai ini pekerjaan asal-asalan,” tegas Opek.

Lebih mengejutkan lagi, tim LBH Cakra tidak menemukan keberadaan Tim Pendamping Masyarakat (TPM) di lapangan. Hal ini semakin menguatkan dugaan adanya pembiaran dan ketidakprofesionalan dalam pelaksanaan program P3-TGAI.

“Kami tidak pernah bertemu dengan TPM di lapangan. Ini menunjukkan adanya pembiaran dalam program ini,” ujar Opek.

Parahnya, tahap ketiga program P3-TGAI di kedua kabupaten tersebut masih belum selesai, namun Dugaan pertanggungjawaban keuangan sudah dilakukan pada tanggal 30 Desember 2024 di Surabaya. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai dasar dan validitas pertanggungjawaban tersebut.

“Apa dasar dan validitas pertanggungjawaban jika program P3-TGAI belum selesai? Ini jelas tidak masuk akal,” tegas Opek.

Atas temuan tersebut, LBH Cakra Jawa Timur menyatakan akan segera melaporkan dugaan korupsi dalam program P3-TGAI ke pihak berwenang.

“Kami meyakini ada perbuatan melawan hukum dan kerugian negara dalam program ini. LBH Cakra Jawa Timur akan segera melaporkan kasus ini agar keadilan ditegakkan,” tegas Opek.

Continue reading
Kuda Kepang Berujung Pengeroyokan, Wartawan Teropongindonesia.news Jadi Korban!

Bengkulu Tengah –  Sebuah pertunjukan kuda kepang di Desa Pasar Pedati, Gang Wahana Surya, Kecamatan Pondok Kelapa,  berujung petaka pada Minggu, 29 Desember 2024 pukul 17:20 WIB.  Pandu Irawan, wartawan media Teropongindonesia.news, menjadi korban pengroyokan oleh anggota rombongan kuda kepang “Putro Krido Budoyo” yang beralamat di Desa Srikaton, Kecamatan Pondok Kelapa.

Kejadian bermula saat Pandu menyaksikan pertunjukan kuda kepang yang Juga Melaksanakan Peliputan.  Usai pertunjukan, keributan meletus, dan anggota rombongan kuda kepang terlihat mengeroyok salah satu penonton.  Saksi mata melihat penonton tersebut lari menyelamatkan diri.

Pandu, yang kala itu berada di lokasi, mencoba menengahi situasi dan menyampaikan kepada Mbah Slamet (teman anggota rombongan kuda kepang) bahwa penonton yang dikeroyok sudah pergi.  Namun, upaya Pandu untuk meredakan situasi justru berujung pada tindak kekerasan.

“Saya hanya ingin menenangkan keadaan, tapi Ketua rombongan kuda kepang, yang bernama Har, langsung mencekik saya.  Saya langsung menjadi bulan-bulanan anggota rombongan mereka.  Mbah Slamet mencoba melerai, tapi mereka tak menggubrisnya,” ungkap Pandu.

Pandu mengaku hanya bisa menutupi wajahnya dengan tangan karena serangan yang dilancarkan anggota rombongan kuda kepang begitu brutal.  Setelah sekitar 10 menit, Pandu berhasil melepaskan diri dan pulang.

Akibat kejadian tersebut, Pandu mengalami luka di telinga kanan, lecet di leher, dan bengkak di kepala.  Kondisi lehernya bahkan terasa sakit untuk menelan.

Keluarga Pandu kemudian menemui rombongan kuda kepang untuk meminta pertanggungjawaban.  Para pelaku akhirnya datang ke rumah Pandu dan meminta maaf dengan alasan tidak mengetahui identitas Pandu.

“Saya merasa tidak terima dengan cara mereka.  Mereka hanya datang meminta maaf tanpa membawa perangkat desa, dan tidak memikirkan bagaimana keadaan saya saat itu,” ujar Pandu.

Pandu menegaskan tidak akan tinggal diam atas kejadian ini.  Ia saat ini tengah mempertimbangkan untuk melaporkan kasus ini kepada pemerintahan desa Srikaton agar ditindaklanjuti.  

“Jika permasalahan ini tidak diselesaikan secara adat dan pemerintahan desa sesuai aturan desa, saya akan menindaklanjutinya ke ranah hukum,” tegas Pandu.

Kasus pengeroyokan ini menjadi bukti bahwa aksi kekerasan bisa terjadi di mana saja, bahkan di acara budaya seperti pertunjukan kuda kepang.  Pandu Irawan, sebagai jurnalis yang menjalankan tugasnya, justru menjadi korban kekerasan tanpa alasan yang jelas.  

Continue reading